Pendidikan & Bahasa Kita: Mengapa Perlu Menulis Dalam Bahasa Indonesia?
Sebab Tidak Semestinya Kita Menjadi Kacang yang Lupa Kulitnya
Bahasa Inggris, mau tidak mau, menjadi bahasa pengantar yang harus dipelajari oleh siapapun yang ingin menimba ilmu dan mendapatkan informasi tanpa limitasi bahasa.
Salah satu fenomena kebahasaan yang menarik yang kita temukan adalah bahwa Wikipedia Bahasa Inggris menghadirkan 6,7 juta judul konten ensiklopedia, sedangkan terjemahan konten tersebut dalam bahasa Indonesia hanya mencapai sekitar 10%, setara dengan 6,7 ribu konten saja. Tidak hanya itu, buku cetak, video, artikel tutorial, serta sumber pengetahuan berbahasa Indonesia juga terbatas, tidak sebanyak konten berbahasa Inggris.
Terlebih, kini menulis dengan bahasa Inggris atau setidaknya mencampurnya dengan bahasa Indonesia terlihat lazim di kalangan muda. Fenomena ini kita jumpai hampir setiap hari di media sosial, khususnya konten-konten dalam bentuk video dan tulisan. Dengan berbahasa Inggris, tulisan akan dapat dibaca dan dipahami oleh audiens global. Oleh sebab itu, besarnya eksposur dan luasnya keterjangkauan menjadi salah satu alasan mengapa semakin hari semakin banyak konten berbahasa Inggris yang tidak hanya dihasilkan oleh penutur asing, tetapi juga oleh penutur Bahasa Indonesia.
Selain itu, variasi dan bobot pembahasan juga menjadi alasan bahasa Inggris lebih diminati daripada bahasa Indonesia. Nyatanya, keragaman dan kedalaman konten-konten berbanding lurus dengan bahasa apa yang digunakan. Sebagai contoh, artikel tentang pemerolehan bahasa di Wikipedia hanya memiliki tiga (3) subjudul, sedangkan dalam versi bahasa Inggris, Language Acquisition memiliki lebih dari dua puluh (20) subjudul. Pola ini berlaku hampir di seluruh artikel di Wikipedia. Bahkan mungkin kita juga pernah mendengar tip dari dosen untuk menggunakan kata pencarian berbahasa Inggris, daripada bahasa Indonesia, supaya mendapatkan judul artikel jurnal yang banyak dan lebih mendalam sebagai sumber referensi skripsi.
Meskipun bahasa Inggris memiliki peran yang sangat signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, adanya alih fokus produksi konten berbahasa Indonesia ke bahasa Inggris menyebabkan ketimpangan yang besar dalam hal akses ilmu pengetahuan dan informasi di masyarakat. Faktanya, tidak banyak masyarakat Indonesia yang memahami Bahasa Inggris secara aktif, mengakibatkan terbatasnya sumber daya informasi dan pengetahuan.
Krisis ini menciptakan jurang yang signifikan antara mereka yang memahami Bahasa Inggris dan mereka yang hanya memahami bahasa Indonesia. Perseteruan di antara keduanya tidak jarang sampai kepada situasi dengan narasi, “kami pintar karena belajar, kalian saja yang malas”. Padahal belum tentu demikian. Bahwa terbatasnya suplai terhadap variasi informasi dan pengetahuan yang mendalam dalam bahasa Indonesia kerap menjadi penyebab utama bagi mereka yang belum mendapatkan akses terhadap pembelajaran bahasa asing.
Institusi pendidikan yang menjadi sumber ilmu pengetahuan dan informasi selayaknya menjadi jembatan dari jurang tersebut, namun, ironisnya, institusi ini sendiri sering kali menjadi contoh studi kasus problematika tersebut. Di antara ketimpangan yang terjadi di institusi pendidikan adalah perbedaan kualitas siswa sekolah kurikulum internasional dengan materi berbahasa Inggris dan siswa sekolah berkurikulum nasional dengan materi berbahasa Indonesia.
Sebagai contoh konkret, dalam salah satu wawancara mengenai sifat-sifat pemimpin terhadap siswa-siswa sekolah dasar di salah satu sekolah internasional di Jakarta Selatan, secara spontan masing-masing menjawab Problem Solver, Open Minded, Caring, jawaban yang biasanya hanya ditemukan di jenjang pendidikan menengah sampai tinggi. Selain itu, dalam kesempatan lain, dua dari empat siswa dapat menjawab dengan benar pertanyaan trivia apa nama angka satu yang diikuti oleh 100 angka nol, yang ditanyakan kepada siswa siswi setara SMP di sekolah yang sama, yang mana jawabannya adalah ‘Googol’. Siswa sekolah internasional dapat memiliki pengetahuan dua sampai empat tahun lebih banyak daripada siswa sekolah berkurikulum nasional.
Benar bahwa dengan menguasai bahasa, maka kita menguasai dunia. Namun, tidak berarti bahwa setelah menguasai dunia (baca: menguasai bahasa asing) lantas kita hanya berbagi pengetahuan kepada yang juga menguasai dunia. Bahwa pada hakikatnya kita semua memulai segalanya dengan bahasa Indonesia. Tidak semestinya kita menjadi kacang yang lupa kulitnya. Ketidakseimbangan antara konten berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia akan terus menjadi masalah selama tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah terjemahan atau produksi konten asli dalam Bahasa Indonesia.
Melihat perubahan paradigma seperti pada peristiwa Restorasi Meiji di Jepang, di mana bangsa tersebut secara masif meningkatkan pendidikan dan pengetahuan dalam bahasa asli mereka, para penerjemah Jepang memperkenalkan sejumlah besar karya Barat termasuk buku-buku tentang politik, sastra, sains, ekonomi, dan filsafat. Pada awal era ini, tujuan utama penerjemah adalah untuk menyebarkan pengetahuan dan teknik negara-negara maju termasuk Inggris, Jerman, dan Perancis kepada masyarakat Jepang.
kita juga bisa membangkitkan semangat serupa untuk Bahasa Indonesia. Kampanye untuk menulis ilmu pengetahuan dan informasi dengan Bahasa Indonesia dapat digaungkan secara struktural dari institusi pemerintahan hingga lembaga pendidikan swasta. Sebagai negara dengan kekayaan budaya dan intelektual yang luar biasa, kita memiliki potensi besar untuk menciptakan konten yang tidak hanya membangun jembatan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, tetapi juga memperkuat identitas kita sendiri, dengan tidak lagi terus menerus bergantung kepada bahasa asing sebagai sumber ilmu pengetahuan dan informasi.